Kalau Tak Minta Maaf, Perusahaan Tempuh Jalur Hukum.
BINTAN (HK) – Manajemen PT. Terminal Budidaya Bintan (PT. TBB) menegaskan bahwa, perusahaan tersebut tidak benar merusak lingkungan hidup dengan mencemari laut.
Bahkan, kata manajemen, tuduhan kepada PT. TBB tersebut sama sekali tidak realistis dan tidak berdasar. Sehingga asal menuduh saja tanpa bukti bukti yang benar adanya.
“Tuduhan kepada PT. TBB sama sekali tidak realistis dan tidak berdasar. Pasalnya, perusahaan akan menggunakan air laut sebagai sumber utama usaha mereka,” kata kuasa hukum PT. TBB, Riki Triyanto SH, kepada awak media melalui rilisnya diterima media ini, Minggu (14/5) malam.
Dikatakan Riki Triyanto, bahkan saat ini perusahaan masih tahap persiapan dan belum beroperasi. “Sehingga tuduhan itu justru merugikan mereka dan mencemarkan nama baik perusahaan,” imbuhnya.
Oleh sebab itu, lanjutnya, manajemen PT. TBB masih ada niat baik terhadap tuduhan yang tidak mendasar itu. Sehingga perusahaan meminta agar semua pihak yang mencoba melakukan pemerasan dan pencemaran nama baik, agar secara terbuka meminta maaf.
“Kami beri waktu paling lama sampai hari Rabu tanggal 17 Mei 2023. Jika tidak, maka kami akan memproses secara hukum,” ujar Riki Triyanto dalam pers rilisnya.
Ia membeberkan, PT. TBB adalah sebuah perusahaan Wisata Edukasi Maritim, yang mana nantinya orang-orang dapat berwisata, sekaligus belajar cara budidaya udang, kuda laut, tripang dan kepiting.
“Saat ini perusahaan masih dalam tahap merapikan kolam, yaitu pemasangan terpal kolam dan penataan kolam limbah. Perlu diingat, kami sama sekali belum beroperasi. Kami masih tahap konstruksi kolam hingga saat ini,” tegasnya.
Terkait tuduhan-tuduhan miring kepada perusahaan itu, mereka tetap mencari tahu kebenarannya. Mereka pun telah menurunkan tim ke lapangan, untuk mempelajarinya. Apakah benar limbah itu mencemari air laut, hingga membuat para nelayan merugi.
Karena itulah, manajemen perusahaan tidak berkomentar terlebih dahulu karena tim diterjunkan ke lapangan sedang bekerja mengumpulkan bahan dan keterangan. Serta melakukan verifikasi atas kebenaran tuduhan tersebut.
“Karena menurut kami, tidak mungkin usaha yang mengedepankan ekologi akan merusak lingkungan, merusak air laut yang menjadi sumber utama kehidupanusahanya. Dan ini sangat penting kami sampaikan,” bebernya.
Setelah melakukan penelusuran beberapa waktu, pihak perusahaan telah mengantongi bukti-bukti, yang menurut mereka cukup untuk dibawa ke muka hukum untuk diproses sesuai aturan yang berlaku.
“Tuduhan adanya pembuangan air kotor yang mencemari air laut oleh sekelompok orang, itu jelas tidak benar. Dan ini buktinya,” tegas Riki Triyanto.
Ternyata, ungkapnya, tuduhan tersebut didasari dengan cara-cara atau praktik kotor untuk mencemari nama baik perusahaan, mencemari semangat pekerja di PT. TBB, serta mencemari pola pikir masyarakat yang baik menjadi kotor.
Diterangkan Riki, alasan hukum mereka sangat kuat menyampaikan hal itu berdasarkan bukti-bukti pernyataan, atau pengakuan yang telah diperoleh perusahaan.
“Ternyata pelakukanya seorang mantan karyawan PT. TBB yang baru diberhentikan, dan sengaja dipengaruhi warga, dengan diiming-imingi sejumlah uang, jikalau dapat ganti rugi dari PT. TBB,” bebernya.
Selain itu, ujarnya, surat pengaduan yang disampaikan kepada pejabat pemerintah itu ternyata terdapat beberapa kesalahan yaitu :
“Pertama, ada tandatangan palsu, Ada anggota kelompok yang mengaku sebagai ketua kelompok, Pengaduan sebagian besar adalah tandatangan scan bukan asli, Klaim nilai kerugian yang fantastis dan sama sekali tidak masuk akal. Bahkan kelompok-kelompok kesulitan menjelaskan darimana mereka mendapatkan nilai kerugian,” kata kuasa hukum PT TBB.
Kemudian, ucap Riki, surat pengaduan yang disampaikan bukan untuk menuntut PT. TBB, tapi untuk meminta pemerintah mengatasi adanya wabah penyakit ikan.
“Namun oleh sebagian orang, disalahgunakan dengan tandatangan scan untuk menuntut PT. TBB. Ini jelas tidak benar,” bebernya.
Selaku kuasa hukum, Riki sangat menyanyangkan sikap pemerintah yang sudah terkesan reaktif, menindaklanjuti pengaduan warga, tanpa melakukan verifikasi terlebih dulu terhadap legal standing pelapor.
“Bahkan langsung turun ke lapangan. Sehingga kami menilai ada yang janggal saat tim dari pemerintah turun kelapangan. Sebab, hanya PT. TBB yang dijadikan target,” ujar
Riki.
“Dan kami tidak memahami apa motivasi pemerintah tersebut, dan apakah kami menjadi target operasi pemerintah?. Padahal perizinan klien kami sudah kami konsultasikan sampai ke Menteri Investasi/BKPM dan hasil sosialisasi di PSDKP. Maka, ditegaskan perusahaan klien kami sudah dapat beroperasi,” jelasnya.
Dia pun kembali mengingatkan agar pihak-pihak yang merasa telah melakukan tindak pidana pelaporan palsu dengan menciptakan keadaan tidak sebenarnya, tandatangan palsu, pemerasan dan pencemaran nama baik perusahaan tersebut untuk segera meminta maaf.
Riki menegaskan, kasus tersebut tidak akan berhenti hanya pada pelaporan tindak pidana sebagaimana dijelaskan di atas saja.
“Artinya, kami akan terus mengumpulkan bukti-bukti untuk mencari dalang atau aktor intelektual di belakang kejadian ini dan kami sudah mendapat informasinya. Tinggal bukti bukri sedang kami kumpulkan. Tidak tertutup kemungkinan, ada oknum yang ikut bermain,” bebernya.
Selaku kuasa hukum, sudah menjadi tugas Riki untuk meluruskan permasalahan ini berdasarkan aturan hukum yang ada.
“Investasi wajib kita jaga, karena para pekerjanya juga anak daerah. Yakni, Warga Pengujan sendiri. Jika nasib investor tak dipikirkan para pejabat tolong pikirkan juga nasib para pekerja,” pesannya.
Selaku kuasa hukum, Riki pun sangat mengapresiasi sikap Kepala DPMPTSP Kabupaten Bintan, Kementerian Kelautan dan Perikanan pusat maupun wilayah Kepri, Kecamatan Teluk Bintan dan Kepala Desa Pengujan beserta jajarannya.
Mereka merupakan pejabat yang benar-benar peduli akan investasi. Dan ketika muncul masalah, mereka langsung turun ke lapangan, dan melakukan verifikasi perizinan dan memberikan saran-saran yang baik buat PT. TBB.
“Yang kami apresiasi adalah seorang Kepala Desa saja langsung turun menanyakan jika ada perizinan yang tidak lengkap apa yang bisa desa bantu untuk menyelesaikannya,” sebutnya.
“Meskipun tidak ada yang bisa beliau perbuat, tapi kami sudah merasa diperhatikan. Berbeda dengan pejabat instansi lainnya, yang hanya mencari-cari kesalahan. Bukan solusi yang ditawarkan,” tambahnya.
Riki mengatakan, pada awalnya pihak manajemen perusahaan menganggap permasalahan ini hanya permasalahan biasa. Tapi sekarang menganggap ini serius, agar ke depan tak ada lagi orang yang menggunakan praktik kotor untuk mengganggu investasi.
Sebagaimana diberitakan beberapa media sebelumnya, sebanyak 17 Kelompok nelayan budidaya ikan Kerapu, serta Kakap Putih, baik untuk pembibitan maupun pembesaran, di Desa Pengujan, Kecamatan Penaga, Kabupaten Bintan, rugi sekitar Rp2 miliar.
Kerugian tersebut diduga akibat tercemar lumpur Anyau dari pembuatan tambak udang yang mengalirkan lumpur dari galian pembuatan tambak udang ke parit yang bermuara ke laut.
Saat hujan, air laut yang mengandung lumpur anyau meluap dan mengalir ke kolam, maupun keramba milik kelompok budidaya ikan Kerapu dan kakap putih, sehingganya menyebabkan ikan ikan sakit dan mati. (nel)