PDI Perjuangan memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) ke-50 di JIExpo Kemayoran Jakarta, Selasa (10/1). Sejak berkiprah, PDIP banyak ditempa berbagai dinamika politik Tanah Air.
Dilansir dari situs pdiperjuanganlampung.id, sejarah PDIP dapat dirunut dari Partai Nasional Indonesia (PNI) yang didirikan oleh Presiden Pertama RI, Ir Sukarno pada 4 Juli 1927.
Kemudian, PNI bergabung dengan Partai Musyawarah Rakyat Banyak (Partai Murba), Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI), Partai Kristen Indonesia (Parkindo), dan Partai Katolik. Partai gabungan ini dinamakan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) pada 10 Januari 1973.
Namun, banyak konflik internal yang terjadi sejak PDI terbentuk. Situasi ini juga diperburuk dengan adanya intervensi dari pemerintah. Untuk mengatasi konflik tersebut, anak kedua dari Ir Sukarno, Megawati Sukarnoputri didukung untuk menjadi ketua umum (Ketum) PDI.
Sayangnya, pemerintahan Soeharto tidak menyetujui dukungan tersebut dan menerbitkan larangan mendukung pencalonan Megawati Soekarnoputri dalam Kongres Luar Biasa (KLB) pada 2-6 Desember 1993 di Asrama Haji Sukolilo, Surabaya, Jawa Timur.
Ternyata, larangan tersebut berbeda dengan keinginan peserta KLB. Secara de facto, Megawati dinobatkan sebagai Ketum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI periode 1993-1998.
Maka dari itu, pada Musyawarah Nasional (Munas) 22-23 Desember 1993 di Jakarta, Megawati Soekarnoputri dikukuhkan sebagai Ketum DPP PDI secara de jure.
Meskipun demikian, konflik internal PDI terus terjadi. Pada 15 Juli 1996, pemerintah Soeharto mengukuhkan Suryadi sebagai Ketum DPP PDI. Tak tinggal diam, pada 27 Juli 1996, pendukung Megawati menggelar Mimbar Demokrasi di halaman kantor DPP PDI, Jalan Diponegoro Nomor 58, Jakarta Pusat.
Di sana, muncul rombongan berkaos merah kubu Suryadi dan bentrok dengan kubu Megawati. Peristiwa ini dikenal dengan Kerusuhan Dua Puluh Tujuh Juli atau disingkat menjadi Peristiwa Kudatuli. Setelah peristiwa tersebut, PDI di bawah pimpinan Suryadi hanya memperoleh 11 kursi DPR.
Lebih lanjut, pemerintahan Soeharto lengser pada reformasi 1998. PDI di bawah pimpinan Megawati semakin kuat dan ia kembali ditetapkan sebagai ketum DPP PDI untuk periode 1998-2003 pada Kongres ke-V di Denpasar, Bali.
Megawati Soekarnoputri kemudian mengubah nama PDI menjadi PDI Perjuangan pada 1 Februari 1999 agar dapat mengikuti pemilu. Nama tersebut disahkan oleh Notaris Rahmat Syamsul Rizal dan kemudian dideklarasikan pada 14 Februari 1999 di Istora Senayan, Jakarta.
PDI Perjuangan (PDIP) melakukan Kongres I pada 27 Maret-1 April 2000 di Hotel Patra Jasa, Semarang, Jawa Tengah. Kongres tersebut menghasilkan keputusan Megawati Sukarnoputri sebagai Ketum DPP PDIP periode 2000-2005.
Hingga Kongres ke V, pada 8 Agustus 2019, Megawati kembali terpilih menjadi Ketum untuk periode 2019-2024 secara aklamasi.
Kini, PDI Perjuangan berkantor pusat di Jalan Diponegoro No. 58, Menteng, Jakarta Pusat. Posisi Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan dijabat oleh Hasto Kristiyanto dan wakilnya Utut Adianto.
Terkait pencapaian pada Pemilu Anggota DPR 2009, PDI-P mendapat 95 kursi (16,96%) di DPR hasil Pemilihan Umum Anggota DPR 2009, setelah mendapat 14.600.091 suara (14,0%). Dengan hasil ini, PDI-P menempati posisi ketiga dalam perolehan suara serta kursi di DPR.
Pencapaian pada Pemilu Anggota DPR 2019, PDI Perjuangan mendapat 128 kursi (22,26 persen) di parlemen setelah mendapat 27.053.961 suara (19,33 persen). Dengan hasil ini, PDIP menempati posisi pertama dalam perolehan suara serta kursi di DPR.
Tak hanya itu, partai ini juga berhasil memenangkan Pemilu 2014 dan 2019 dengan kemenangan kadernya, Joko Widodo (Jokowi) sebagai presiden.
sumber: merdeka