SULAWESI TENGGARA (HK) – Gubernur Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) H. Ansar Ahmad hadir langsung dalam Pembukaan dan Pertemuan Puncak Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) Summit 2022 di Marina Togo Mowondu, Kabupaten Wakatobi, Provinsi Sulawesi Tenggara, Kamis (9/6).

Acara yang bertema “Menuju Puncak Presidensi G20 : Pemulihan Ekonomi yang Inklusif dan Berwawasan Lingkungan melalui Reforma Agraria, Harmonisasi Tata Ruang, dan Pemberdayaan Masyarakat Pesisir dan Kepulauan” ini dibuka langsung oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo.

Gubernur Ansar mengaku hadir langsung pada acara tersebut karena selain memang Kepri menjadi salah satu anggota Badan Kerjasama (BKS) Provinsi Kepulauan yang ikut menandatangani Deklarasi Batam 2018, Ansar juga ingin agar masyarakat pesisir Kepri yang tinggal di atas air atau ruang air atau ruang laut ikut mendapatkan kepastian hukum.

“Inilah kesempatan kita untuk masyarakat nelayan di Kepri yang tinggal di atas air atau ruang laut untuk mendapatkan kepastian hukum atas hak atas tanah, maka saya hadir langsung pada GTRA Summit ini untuk pastikan hal itu,” ujar Ansar.

Pada acara yang diagendakan berlangsung selama 3 hari sejak 8 Juni hingga 10 Juni ini, Kepala Negara juga menyerahkan sertifikat tanah untuk 10 Pulau terluar di Indonesia, dan 525 sertifikat HGB untuk masyarakat suku Bajo di Wakatobi.

Salah satu pulau kecil terluar di Kepri yaitu pulau Putri menjadi salah satu pulau terluar yang pada saat itu sertifikat tanahnya diserahkan Presiden.

Dalam sambutannya, Presiden Jokowi meminta agar lembaga negara baik pusat maupun daerah untuk saling terbuka dan bersinergi dalam menyelesaikan persoalan-persoalan bangsa.

Ternyata, kata Presiden, persoalan tersebut bersumber dari lembaga pemerintah sendiri, yakni ego sektoral dari lembaga pemerintahan baik pusat maupun daerah.

Lembaga pemerintah tidak bekerja secara terintegrasi. Bekerja sendiri-sendiri dengan egonya masing-masing.

“Persoalannya kelihatan. Solusinya kelihatan. Namun, tidak bisa dilaksanakan hanya gara-gara ego sektoral. Saya sangat menghargai pertemuan GTRA ini, yang diharapkan bisa segera mengintegrasikan, memadukan seluruh kementerian/lembaga.

Semuanya bekerja dengan tujuan yang sama. Menyelesaikan masalah-masalah yang ada di masyarakat agar sengketa lahan bisa diselesaikan,” papar Presiden.

Jokowi-pun menginstruksikan agar lembaga negara baik di pusat maupun daerah, semuanya harus membuka diri.

Ia berharap Forum GTRA Summit 2022 ini menjadi forum untuk menghancurkan tembok (ego) sektoral.

“Semua lembaga pemerintah, baik pusat dan daerah, baik kementerian maupun lembaga, harus saling terbuka, saling bersinergi dan riil pada tataran pelaksanaan.

Jangan hanya bicara kita harus terbuka, tetapi prakteknya tidak.” tegasnya.

Jokowi sebelumnya menjelaskan bahwa sejak tahun 2015, persoalan mengenai tumpang tindih pemanfaatan lahan telah berulangkali disampaikan olehnya.

Setiap ke daerah, Presiden Jokowi selalu menemukan persoalan sengketa tanah.
Menurutnya, dari 126 juta yang seharusnya memegang sertifikat, pada tahun 2015 itu baru 46 juta.

“Artinya, ada sekitar 80 juta penduduk Indonesia yang menempati lahan tapi tidak memiliki hak hukum atas tanah itu.

Hal ini juga berpotensi buruk pada iklim investasi. Yang lebih menjengkelkan lagi, justru yang gede-gede kita berikan, tapi begitu yang kecil-kecil misal 200 meter persegi saja, tidak dapat diselesaikan.

Dengan kapasitas 500 ribu sertifikat per tahun pada tahun 2015, berarti penduduk Indonesia harus menunggu 160 tahun untuk bisa semua memiliki sertifikat,” ujar Jokowi

Melihat persoalan tersebut, di tahun 2015 Jokowi lalu memerintahkan Menteri ATR/Kepala BPN untuk meningkatkan kapasitas penerbitan sertifikat menjadi lima juta per tahun.

Lalu, tahun berikutnya dinaikkan lagi menjadi tujuh juta per tahun, dan naik lagi menjadi sembilan juta sertifikat per tahun.

“Artinya kita ini bisa melakukan, bisa mengerjakan, tetapi tidak pernah kita lakukan. Melompat dari 500 ribu menjadi sembilan juta, nyatanya bisa, sehingga sampai sekarang ini dari 46 juta sudah naik menjadi 80,6 juta sertifikat hak milik,” kata Jokowi.

Sementara Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan Djalil dalam sambutannya mengemukakan, pada pertemuan GTRA Summit ini, akan dibahas peririsan kewenangan antara Kementerian ATR/BPN dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan dan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup.

“Alhamdulillah kami sudah bekerja sama dengan Menteri Kelautan dan Perikanan sehingga masalah yang ditunggu oleh masyarakat yang tinggal di atas air seperti suku bajo, dan di Kepri ada suku anak laut, selama ini kami tidak bisa memberikan hak kepada mereka sehingga mereka tidak memiliki akses ke finansial lembaga keuangan termasuk KUR” ujar Sofyan.

Turut menghadiri acara tersebut Ibu Negara Iriana Jokowi, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar, Gubernur Sulawesi Tenggara Ali Mazi, Bupati Wakatobi Haliana serta para undangan yang hadir Belum Sepenuhnya Terpenuhi

Gubernur Provinsi Kepri Ansar Ahmad dengan tegas mengatakan bahwa sampai saat ini hak-hak keagrariaan masyarakat pesisir di Kepri belum terpenuhi secara utuh, rata-rata belum memiliki kepastian hukum terkait lahan yang didiami, termasuk bagi masyarakat pesisir yang berada di Kota Batam yang harus terus membayar Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO).

Sehingga, kata Ansar, hal ini perlu diperjuangkan bersama-sama oleh Pemerintah Provinsi Kepri bersama Pemerintah kabupaten dan kota lainnya hingga ke Pemerintah Pusat.

Adapun untuk masyarakat pesisir di kota Batam, karena terdapat otorisasi khusus terkait aturan agraria. Ansar Ahmad dalam hal ini mengajak Pemko Batam dan Badan Pengusahaan (BP) Batam dengan cara mendatangi Pemerintah Pusat (Kementerian Perekonomian RI) guna mencari jalan keluar.

Bagaimana caranya agar khusus masyarakat pesisir yang berdomisi di Batam juga mendapatkan hak yang sama dengan masyarakat di kabupaten dan kota lainnya.

Mengingat pemerintah pusat pun sudah memberikan perhatian yang cukup baik terhadap masyarakat Kepri sejauh ini.

“Dan kenapa hari ini saya ada di sini (Wakatobi), adalah untuk memperjuangkan hal itu salah satunya. Saya rasa melalui acara GTRA Summit ini adalah sangat tepat untuk kita menyampaikan problem di daerah kita.

Kasihan masyarakat nelayan, masyarakat pesisir, atas tidak adanya kepastian hukum terkait tempat domisili mereka. Khususnya di Batam masyarakat pesisir masih terbentur dengan aturan sehingga harus membayar UWTO.

Ini harus kita fikirkan bersama, agar hak seluruh masyarakat pesisir di Kepri ini sama,” kata Ansar, Kamis (9/6) di Wakatobi.

Ansar mengulangi ucapannya seraya mengajak BP Batam yang kebetulan Ex Officionya adalah Walikota Batam untuk bersama-sama memperjuangkan ini ke pusat.

“Ini demi masyarakat pesisir kita. Saatnyalah kita memberikan kepastian hukum bagi mereka, dengan memberikan  sertifikat tanah, surat hak pakai dan HGB. Sertifikat itu diberikan gratis dari pemerintah. Yang mana, sampai saat ini hal itu belum bisa dilakukan di Batam.

Untuk daerah selain Batam saya rasa tidak ada masalah, hanya mungkin perlu di validasi aja data masyarakatnya yang akan diberikan hak-haknya seperti yang kita maksud,” ujar Ansar.

Jika seluruh masyarakat pesisir yang ada di Kepri ini diberi hak penuh berupa sertivikat tanah dan sebagainya, lanjut mantan anggota DPR RI ini, hal ini nantinya bisa membantu mereka untuk diajukan ke bank guna pengajuan modal dan membuka lapangan usaha baru.

“Tentu sertifikat itu akan banyak manfaatnya bagi masyarakat pesisir. Bisa diajukan ke bank untuk mengajukan modal usaha, sehingga mereka bisa membuka usaha kecil-kecilan.

Itu semua harus kita fikirkan. Dan masyarakat pesisir yang di Batam juga, tidak lagi harus membayar UWTO seperti yang mereka lakukan selama ini,” katanya.

Bahkan baru-baru ini, kata Ansar, Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko sempat datang ke Kepri dan  termasuk diantaranya membicarakan terkait hal masyarakat pesisir.

“Artinya daerah kita ini mendapat perhatian khusus dari pusat, maka kita harus berterimakasih dan bersyukur atas hal tersebut,” ulangnya.

Serius untuk memperjuangkan apa yang menjadi keinginan masyarakat pesisir di Kepri, Ansar juga akan melakukan pendekatan kepada pemerintah pusat agar pelaksanaan GTRA Summit tahun 2023 nanti dilaksanakan di Provinsi Kepri.

Dengan Kepri sebagai tuan rumah di tahun depan, hal tersebut akan menjadi momen baik bagi Pemprov Kepri untuk mengekspose kondisi sebenarnya yang dihadapi masyarakat pesisir di Kepri.

Sementara itu, senada dengan Ansar, Menteri KKP RI Wahyu Trenggono dalam sambutannya dalam acara gala dinner GTRA Summit 2022 di Wakatobi pada malam harinya mengatakan bahwa masyarakat di daerah Kepulauan banyak yang tinggal aiatas air bahkan telah hidup sebelum Republik Indonesia merdeka.

Masyarakat secara turun menurun yang telah tinggal di atas air, namun belum mendapatkan kepastian hukum terhadap rumah tinggalnya atas hak-hak nya.

Maka dari itu pemerintah melalui Presiden Joko Widodo memerintahkan agar hak-hak masyarakat yang tinggal diatas air dapat diberikan hak nya melalui sertifikat HGB, agar dokumen ini dapat memiliki kekuatan hukum dan memperoleh penambahan nilai ekonomi bagi masyarakat.

“Penambahan nilai ekonomi ini juga akan dapat membantu kehidupan ekonomi masyarakat setempat dalam mengembangkan ekonomi keluarga melalui pengembangan UMKM dengan dokumen sertifikat dapat dijadikan pemulihan ekonomi masyarakat. (eza)

 

 

Share.

Comments are closed.