Oleh : Eko Suprihatno, Editor Media Indonesia
Hari-hari belakangan ini kita makin sering disuguhi pemandangan yang kontradiktif terkait minyak goreng. Kalau sebelumnya orang-orang rela antre berjam-jam karena barang langka akibat penerapan harga eceran tertinggi, kini antrean terjadi karena minyak goreng murah untuk masyarakat menjadi barang langka.
Kalau saja masyarakat punya daya beli yang tinggi, minyak goreng premium yang dijual di toko-toko retail dengan harga mencekik leher, pasti akan dibeli. Sebelumnya minyak goreng kemasan tiba-tiba saja serempak langka begitu ada penetapan harga eceran tertinggi (HET) melalui Peraturan Menteri Perdagangan nomor 6 tahun 2022 pada 26 Januari 2022. Indonesia memang negeri penuh kejutan. Bayangkan saja ketika minyak goreng diharuskan dijual dengan harga Rp14 ribu per liter, barangnya seolah mendadak lenyap dari muka bumi. Berjuta kilah pun dimunculkan pihak-pihak yang punya urusan perminyakan ini. Kalau pun ada, cuma dalam hitungan menit langsung ludes dibeli warga.
Tapi begitu harga dilepas dengan pasaran Rp24 ribu per liter, barang-barang yang tadinya tenggelam di dasar bumi langsung memenuhi rak-rak toko ritel dan pasar. Lebih menyakitkan ketika ada pejabat pemerintah yang justru menyalahkan emak-emak karena memborong minyak sehingga menjadikan barang itu langka.
Yang hebat adalah Menteri Perdagangan M Lutfi langsung mengumumkan akan ada tersangka mafia yang membuat kacau minyak goreng. Tapi sebulan berlalu, pak menteri tak juga ngomong siapa sosok mafia itu. Enggak jelas juga apa alasan beliau bungkam. Tak berani bilang karena ada tekanan, atau karena hal lain. Tapi yang pasti, pelaku kekacauan ini memang terbilang mafia yang hebat, karena membuat negara bertekuk lutut.
Setali tiga tiga uang, Komisi Pengawas Persaingan Usaha, KPPU, mengungkapkan kabar serup. Seperti dituliskan Editorial Media Indonesia Rabu 30 Maret 2022 berjudul Memukul Kartel Minyak Goreng, temuan satu alat bukti atas dugaan kartel minyak goreng. Itu memang kabar baik meski tidak mengagetkan.
Temuan itu merupakan hasil investigasi KPPU sejak Januari 2022. Satu alat bukti telah cukup membawa proses penegakan hukum soal dugaan kartel naik ke proses penyelidikan. Kita tentu saja mengapresiasi kerja KPPU dan proses penegakan hukum mestinya berujung ke penuntutan. Itu merupakan hasil wajar dan, bahkan minimal. Sebab kejanggalan pasokan sangat mudah dirasakan orang awam sekalipun.