BINTAN (HK) – Kisruh pulau Poto yang yang berada di kabupaten Bintan ini beberapa waktu lalu cukup menghebohkan karena ditemukannya bendera Negara Tiongkok. Bahkan tersebar kabar bahwa pulau tersebut dijual.
Menanggapi hal ini, Secara resmi Lembaga Komando Pemberantasan Korupsi (L-KPK) Provinsi Kepulauan Riau melaporkan PT.Hansa Mega Pratama (HMP) ke menteri ATR/BPN Republik Indonesia di Jakarta.
Pemegang Hak atas tanah pulau poto adalah Perseroan Terbatas PT.HANSA MEGAH Pratama dengan dua Sertifikat HAK PAKAI Nomor 01 luas 5.505.357 M2 (550 hektar) Tahun 1999 dengan masa berakhir serifikat Hak Pakai 7-11-2024 dan Nomor 08 luas 4.139.266 M2 (413 hektar) tahun 2001 dengan masa berakhir serifikat Hak Pakai 19-7-2026.
Akte pendirian PT. Hansa Megah Pratama tercatat di Sertifikat Hak Pakai tanggal 27 Agustus 1996 No. 30 dan No. 35. JO Pengesahan Menteri Kehakiman tanggal 26 Desember 1997 No. C.02-13-421 RT.01.01. 0 Tahun 1997.
Sertifikat Hak Pakai atas nama PT.Hansa Megah Pratama dengan luas kurang lebih 1000 hektar tersebut diperuntukan untuk Usaha : Pertanian, Perkebunan, Perikanan, Pariwisata dan Perdagangan, sesuai Surat Izin Tempat Usaha (SITU) tahun 2013 yang keluarkan Badan Penanaman Modal dan Promosi Daerah Pemerintah Kabupaten Bintan.
Menurut Kennedy Sihombing selaku Ketua Lembaga KPK Provinsi Kepri, Minggu (4/6) menjelaskan pihaknya atas nama lembaga sudah melaporkan Pimpinan PT.HMP kepada bapak Menteri ATR/ BPN Republik Indonesia supaya keabsahan sertifikat Hak Pakainya ditinjau ulang.
Karena, lanjut Kennedy, hingga saat ini Pemilik Hak Pakai ini tidak mengusahakan, tidak mengelola dan juga tidak melaksanakan sesuai peruntukannya. Padahal dalam UU Agraria nomor 5 tahun 1960 pasal 27,34 dan pasal 40, Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha, Hak Pakai, dan Hak Mengelola dihapus karena ditelantarkan.
Kemudian diduga PT.HMP sudah melakukan transaksi jual beli lahan tersebut, karena dilahan yang sama ada patok PT.Mampali Manunggal Jaya (MMJ).
Ditambahkan kennedy didalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 20 tahun 2021 pasal 7 :
1) Objek penertiban tanah terlantar sebagai mana pasal 5; ayat 1 meliputi tanah hak milik, hak guna bangunan (HGB), hak guna usaha (HGU), hak pakai,hak pengelolaan dan tanah yang diperoleh berdasarkan dasar penguasaan atas tanah.
2) Tanah hak milik menjadi objek penertiban tanah terlantar jika dengan sengaja tidak dipergunakan,tidak dimanfaatkan atau tidak dipelihara.
3) Tanah hak guna bangunan,hak pakai pengelolaan menjadi objek penertiban tanah terlantar jika dengan sengaja tidak diusahakan,tidak dipergunakan,tidak dimanfaatkan, tidak dipelihara terhitung mulai 2 tahun sejak diterbitkannya hak.
“Untuk memenuhi hak hak masyarakat Desa Kelong, kami atas nama Lembaga KPK Provinsi Kepri meminta Menteri ATR/BPN Republik Indonesia turun langsung untuk cros cek ke Kabupaten Bintan Provinsi Kepri.
“Surat laporan tersebut ditembuskan kepada Presiden Republik Indonesia, Kapolri, Kejaksaan Agung, Panglima TNI, Ketua KPK, Presiden Lembaga Komando Pemberantasan Korupsi (Lembaga KPK) di Jakarta, Kejati Kepri, Kapolda Kepri, Kanwil ATR/BPN di Tanjungpinang, Kepala BPN Bintan, Kapolres Bintan, dan Kejari Bintan,” tegasnya.
Burhan, yang disebut sebagai pimpinan PT.HMP dikonfirmasi melalui WA dihari yang sama, Minggu (4/6) belum memberikan jawaban. (CW07)