Menu

Mode Gelap
Ansar Temui Mendag RI, Bahas Pengembangan KEK KPBPB di Kepri Kejari Tanjungpinang Eksekusi Uang Korupsi Rp.663.950.000,- dari Tiga Terpidana Berbeda SMPN 65 Batam Berkembang Signifikan, Punya Beragam Ekstrakurikuler 135 Mahasiswa IAI Hidayatullah Batam PKL di Berbagai Lembaga SDIT AS-Salam Makin Maju, Program Unggulan Tahfidz MAN 2 Batam Diresmikan jadi Madrasah Negeri

POLITIK

Komisi III Bantah tak Libatkan Masyarakat Susun RKUHP

badge-check


					Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej (kiri) menyerahkan naskah RUU KUHP dan RUU tentang Permasyarakatan yang telah disempurnakan kepada Wakil Ketua Komisi III DPR Adies Kadir (kanan).  - ANTARA FOTO Perbesar

Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej (kiri) menyerahkan naskah RUU KUHP dan RUU tentang Permasyarakatan yang telah disempurnakan kepada Wakil Ketua Komisi III DPR Adies Kadir (kanan). - ANTARA FOTO

Pemerintah dan DPR Dianggap Tidak Dengarkan Publik.

JAKARTA (HK) – Kritik terhadap penyusunan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) mengemuka. Salah satunya terkait minimnya partisipasi publik.

Anggota DPR Komisi III Arsul Sani membantah bila disebut tak melibatkan masyarakat dalam penyusunan RKUHP. Ia menegaskan RKUHP dibentuk lewat partisipasi masyarakat.

Arsul mengamati banyak orang yang mengkritisi RKUHP tidak membuka ruang partisipasi publik. Ia heran dengan opini tersebut.

“Ketika RUU ini diajukan kemudian teman-teman masyarakat sipil membentuk Aliansi Nasional Reformasi KUHP dan membantu Baleg di DPR untuk menyusun DIM (Daftar Inventarisasi Masalah), maka DIM yang diajukan oleh kawan-kawan masyarakat sipil itulah yang dijadikan sebagai pembahasan. Jadi DIM nya itu diambil dari kawan-kawan masyarakat sipil,” kata Arsul, dalam risalah Webinar LP3ES yang dikutip pada Minggu (10/7/2022).

Arsul mengungkapkan RKUHP dibahas sejak pertengahan 2015 sampai September 2019 ketika periode DPR 2014-2019 itu berakhir. Sejak itu anggota DPR RI berkeliling melakukan sosialisasi. “Apalagi di kota-kota di mana ahli-ahli RKUHP yang ditunjuk oleh pemerintah seperti dari UGM, Undip, UI juga menyelenggarakan hal yang sama,” ujar Arsul.

Arsul menduga pemerintah maupun DPR dianggap tidak mendengarkan suara publik ketika partisipasi yang disampaikan oleh koalisi masyarakat sipil tidak terakomodasi. Padahal menurutnya, jika berbicara sudut pandang maka berlaku istilah Belanda yaitu kalau ada dua juris yang bertemu maka akan ada tiga pendapat.

“Tugas DPR adalah menengahi dalam aspek pertama. Menentukan politik hukum terkait apakah suatu masalah akan diatur atau tidak dalam pasal UU itu. Selanjutnya yang kedua adalah membahas substansi pengaturan. Jika itu sudah disepakati maka yang ketiga akan dibahas rumusan pasal berikut penjelasannya,” ucap Arsul.

Terlepas dari itu, Arsul menyampaikan RKUHP merupakan RUU yang tidak kalah kontroversial dan banyak pasalnya setelah UU Cipta Kerja. “Ketika diajukan sebagai RUU yang diajukan sebagai inisiatif Pemerintah pada pertengahan tahun 2015, RUU ini aslinya terdiri dari 786 pasal terbagi menjadi dua buku,” ungkap Arsul.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) memberi catatan terhadao poin krusial RKUHP, mulai dari mengenai pidana mati yang dianggap melanggar hak hidup.

“Terkait hukuman mati, merupakan bentuk dari pelanggaran hak hidup yang merupakan supreme rights meskipun pidana mati menjadi pidana alternatif. Komnas HAM merekomendasikan SNP atau standar norma dan pengaturan Hak untuk Bebas dari Segala Bentuk Penyiksaan,” kata Pelaksana Tugas Kepala Biro Pemajuan HAM Komnas HAM, Mimin Dwi Hartono.

Komnas HAM juga tidak sepakat dengan pasal penyerangan atas harkat dan martabat presiden/wapres. Menurutnya pasal itu berpotensi membatasi secara sewenang-wenang hak atas kebebasan berekspresi.

“Setiap pejabat negara harus memiliki akuntabilitas. Komnas HAM merekomendasikan SNP Hak atas Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi,” ujar Mimin.

SNP tersebut sebenarnya juga bisa dimanfaatkan dalam menolak pasal RKHUP yang berpotensi membatasi secara sewenang-wenang hak atas kebebasan berkumpul dan berorganisasi.

Kemudian, Komnas HAM menyayangkan kategori pelanggaran HAM berat sebagai tindak pidana biasa dalam RKUHP. Padahal pelanggaran HAM berat merupakan extraordinary crime. (rpb)

Sumber: republika.co.id

Baca Lainnya

Serahkan DPA, Ansar Imbau Kepala OPD Tingkatkan Pengawasan, Pengendalian dan Evaluasi

13 Januari 2025 - 08:09 WIB

Gubernur Kepri Ansar Ahmad menyerahkan DPA Tahun Anggaran 2025 kepada para Kepala OPD di lingkungan Pemprov Kepri

KPU kepri Tetapkan Ansar-Nyanyang Sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Kepri

10 Januari 2025 - 09:52 WIB

Ansar-Nyanyang resmi ditetapkan KPU Kepri sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Kepri

Sah, Cen Sui Lan – Jarmin Ditetapkan jadi Bupati Natuna Terpilih

10 Januari 2025 - 08:48 WIB

KPU Tetapkan Pasangan Lis – Raja Terpilih Jadi Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tanjungpinang 2025 – 2030

9 Januari 2025 - 16:27 WIB

Rapat Pleno Terbuka KPU atas Penetapan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Terpilih pada Pilkada Tanjungpinang 2024 di Ballroom Hotel CK Tanjungpinang, Kamis (09/01/2025).(foto Asfanel)

Besok KPU Natuna Akan Tetapkan Cen Sui Lan-Jarmin sebagai Bupati dan Wakil Bupati Terpilih

8 Januari 2025 - 21:18 WIB

Trending di BERITA TERKINI