LINGGA (HK) – Tradisi 7 Likur yang dilakukan setiap malam 27 Bulan Ramadhan di Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau (Kepri), masih terus berjalan. Kampung-kampung yang ada di Negeri Bunda Tanah Melayu tanpak dihiasi kerlap-kerlip lampu pelita, bahkan pintu gerbang hias.
Seperti hal nya di Desa Nerekeh, Kecamatan Lingga. Tahun ini, tradisi tersebut diiringi dengan pembuatan gerbang yang unik dan menarik perhatian banyak orang. Gerbang tersebut dibuat dengan desain minimalis, namun memiliki keunikan tersendiri, yaitu memiliki dua warna yang berbeda.
Dilihat dari jalan poros, warna gerbang tampak berwarna hijau. Namun jika dilihat dari dalam perkampungan, warna gerbang tersebut berubah menjadi oranye. Kombinasi warna yang berbeda ini menciptakan tampilan yang menarik, serta menjadi daya tarik tersendiri bagi warga setempat, maupun pengunjung yang melintas di Desa Nerekeh.
Pembuatan gerbang tahun ini tidak lepas dari kekompakan pemuda, dan warga Desa Nerekeh. Dengan dukungan dana dari desa dan sumbangan dari berbagai pihak, pemuda Nerekeh bersama warga setempat bergotong royong untuk mendirikan gerbang yang menjadi simbol dari tradisi 7 Likur tersebut.
Ketua Karang Taruna Desa Nerekeh dan sekaligus Ketua Panitia Gerbang tahun ini, Jufri Setiawan, berharap tradisi pembuatan gerbang ini dapat terus berlanjut di Desa Nerekeh untuk kedepannya.
“Kami sangat bersyukur dapat melanjutkan tradisi pembuatan gerbang yang telah menjadi bagian dari identitas Desa Nerekeh. Kekompakan pemuda dan warga dalam merayakan tradisi ini menjadi hal yang sangat berharga bagi kami. Dengan adanya dukungan dari desa dan masyarakat sekitar, kami dapat melibatkan lebih banyak generasi muda untuk menjaga dan melestarikan tradisi ini,” ujar Jufri.
Tradisi 7 Likur sendiri, terangnya, merupakan salah satu tradisi yang diwariskan secara turun temurun sejak dulu. “Tradisi ini dilakukan sebagai bentuk syukur kepada Tuhan atas limpahan rezeki yang diberikan selama bulan puasa. Selain itu, tradisi ini juga dianggap sebagai ajang untuk mempererat tali persaudaraan antara warga Desa Nerekeh,” paparnya.
Tak hanya itu, kata Jufri, tradisi 7 Likur juga menjadi daya tarik wisata lokal, serta mengundang banyak pengunjung untuk datang dan menyaksikan acara tersebut. “Dengan adanya gerbang yang unik dan menarik, tentunya menjadi perhatian banyak orang. Dan diharapkan, tradisi ini dapat semakin dikenal sehingga menjadi ikon pariwisata di Kabupaten Lingga umumnya,” ungkapnya.
Tradisi 7 Likur di Desa Nerekeh sendiri melibatkan seluruh masyarakat desa, baik pemuda maupun warga dewasa, dalam proses pembuatan gerbang. Gotong royong dan kekompakan menjadi nilai yang dijunjung tinggi dalam pelaksanaan tradisi ini.
Pembuatan gerbang dengan dua warna yang berbeda ini menjadi wujud kreativitas dan inovasi dari pemuda Nerekeh untuk memperbarui tampilan gerbang di tahun ini, sekaligus memberikan kesan yang unik dan menarik.
Selain itu, tradisi 7 Likur juga menjadi momentum untuk memupuk rasa persaudaraan serta kebersamaan antara warga Desa Nerekeh. Maka proses pembuatan gerbang menjadi ajang untuk mempererat tali silaturahmi antar warga, mengingatkan akan pentingnya gotong royong, dan kebersamaan dalam menjaga kearifan lokal dan nilai-nilai budaya.
Jufri berharap, melalui tradisi pembuatan gerbang yang unik dan inovatif ini, pemuda Desa Nerekeh tetap dapat mempertahankan kekompakan dan semangat untuk selalu menjaga tradisi 7 Likur.(tbn).