JAKARTA (HK) – Sejumlah organisasi yang tergabung Aliansi Aksi Sejuta Buruh (AASB) mengerahkan satu juta anggotanya.
Aksi itu mereka di gelar di depan Istana Negara mulai pukul 11.00 WIB pada Kamis (10/8/2023).
Tujuannya untuk mendesak pemerintah mencabut UU Cipta Kerja, UU Kesehatan, UU P2SK (Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan), dan mewujudkan Jaminan Sosial Semesta Sepanjang Hayat.
Panglima Aksi Akbar Ultra Damai 10 Agustus 2023 Arif Minardi menyebutkan aksi ini akan mengulang aksi tahun lalu. Namun, kali ini para pengunjuk rasa jumlahnya akan lebih banyak.
“Kami optimistis satu juta massa akan tercapai. Sebagian besar peserta aksi akan menggunakan motor,” kata Arif sewaktu menggelar di dalam konferensi pers di kantor KSPSI Pusat, Jakarta, Selasa (8/8/2023).
Rencananya, aksi dimulai dari kantor ILO di Gedung Menara Thamrin. Titik aksi ini dipilih untuk mendukung rekomendasi ILO yang meminta pemerintah mengkaji ulang UU Ciptaker.
“Dari kantor ILO kami akan bergerak langsung ke Istana Negara untuk menyerahkan draf Perppu Pencabutan UU Ciptaker,” ujar Arif.
Arif menegaskan bahwa aksi ini adalah aksi damai. Para buruh akan duduk-duduk di depan Istana Negara sampai undang-undang yang dituntut tersebuy dicabut.
Karena itu, Alasi Aksi Sejuta Buruh (AASB) meminta polisi dan aparat hukum tidak menghalang-halangi buruh yang datang ke Jakarta.
”Kami meminta agar aparat keamanan tidak perlu melakukan penyekatan jalan kepada para buruh yang akan masuk ke Jakarta.”
Menyinggung soal elemen buruh lain yang akan bergabung, Arif menyatakan kalau ada kelompok buruh yang punya isunya sama, dipersilahkan bergabung dengan pengunjuk rasa.
Namun, kalau kelompok huruh punya isu unjuk rasa berbeda, pihaknya mempersilakan mereka mengajukan izin tersendiri saja.
“Kami minta seluruh pekerja berbondong-bondong datang ke Jakarta. Ini karena unjuk rasa ini perlu massa besar,” kata Arif menegaskan.
Koordinator Presidium AASB, Moh. Jumhur Hidayat, dalam siaran persnya menyebutkan bila tuntutan pencabutan Undang-Undang Cipta Kerja, Undang-Undang Kesehatan, dan Undang-Undang P2SK dilakukan karena peraturan hukum ini bersifat liberal.
“Undang-Undang tersebut abai terhadap kesejahteraan rakyat khususnya kaum buruh, dan sebaliknya mengabdi kepada oligarki atau pemilik modal yang serakah.”
“Kami berkeyakinan bahwa undang-undang tersebut adalah anti konstitusi, dan bahkan anti Pancasila. Sehingga semua peraturan hukum itu perlu mendapar koreksi yang bersifat fundamental,” kata Jumhur menegaskan.
Sumber: Republika