KEPRI (HK) – “Mafia Tanah”, semakin marak di Wilayah Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), hingga sangat sulit untuk diungkap, di dalam permainannya.
Sebab para mafia tanah (MT), tersebut melakukan tindak kejahatanya dengan terorganisir, serta terstruktur. Bahkan kejahatan para MT berlindung di balik oknum aparat penegak hukum (APH), dan oknum Pelayan Administrasi Pertanahan (PAP).
Asisten Intelijen Kejaksaan Tinggi Kepri selaku Ketua Satuan Tugas (Satgas), Mafia Tanah Kejati Kepri, Dr. Lambok M.J Sidabutar, SH, MH, disaat menjadi Narasumber pada kegiatan Sosialisasi Pencegahan, dan Tindak Penanganan terhadap Kejahatan Kasus Pertanahan mengatakan, para mafia tanah di Kepri terorganisir dan terstruktur.
“Tak mudah mengungkap kasus mafia tanah di Provinsi Kepri. Sebab, mereka terorganisir dan terstruktur. Bahkan, di lindungi oleh para oknum APH maupun PAP terkait. Sehingganya merajalela,” ungkap Dr Lambok, Kamis (22/6) pagi, di saat menggelar kegiatan sosialisasi maupun bersinergi dengan BPN Kanwil Kepri, di CK Tanjungpinang Hotel.
Adapun undangan yang hadir adalah Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Kepri, Nurhadi Putra A.Ptnh, MM, dan Ketua Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (IPPAT), di Kota Tanjungpinang dengan mengtikutsertakan beberapa Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), Ketua IPPAT Kabupaten Bintan serta beberapa PPAT, Camat Bukit Bestari beserta Lurah, Anggota BPN Provinsi Kepulauan Riau beserta melalui zoom meeting bersama Kepala Kantor BPN Kabupaten/Kota se-Provinsi Kepri.
Dalam penyampaian Asisten Intelijen Kejaksaan Tinggi Kepri menerangkan, jaringan kinerja Mafia Tanah ini wajar, sah, serta legal. Lantaran melibatkan simbol-simbol dari pelaksana hukum.
“Seperti oknum Notaris PPAT, Aparat Sipil Negara di lingkungan BPN, serta jajarannya ke bawah beserta penegak hukum. Seperti oknum hakim,” sebut Lambok.
Oknum pelaksana serta para penegak hukum dimaksud, ungkapnya, dapat berkedudukan sebagai bagian dalam jaringan kinerja Mafia Tanah, ataupun mereka hanya menjadi korban kinerja Mafia Tanah serta kemampuan Mafia Tanah mencari celah terkait peraturan perundang-undangan di pertanahan.
Sehingga mereka mendapat Informasi terkait dengan administrasi pemberian hak atas tanah dan sertipikasi hak atas tanah yang pernah diterbitkan, beserta kemampuan untuk mendapatkan alat bukti terhadap kepemilikan tanah, dan mampu mengidentifikasi tanah-tanah yang ditinggalkan atau dibiarkan (tidak termanfaatkan pemegang haknya).
Ada 3 pola kinerja para Mafia Tanah yang dipaparkan oleh Asisten Intelijen Kejaksaan Tinggi Kepri seperti :
Pertama, pola kinerja yang cenderung bersifat illegal ataupun satu kekerasan. Seperti tindakan pendudukan kepada lokasi tanah-tanah kosong untuk bisa memancing pemilik yang sah ataupun merebut dengan tindakkan kekerasan beserta diikuti dengan tindakan illegal lainnya, untuk mendapatkan dokumen kepemilikan.
Kedua, pola kinerja yang seolah legal dengan memanfaatkan dokumen dari kepemilikan. Baik yang telah diperoleh secara illegal maupun legal untuk bisa mendapatkan suatu penguasaan dan kepemilikan tanah.
Ketiga, pola jaringan kinerja manapun yang ditempuh di dalamnya pasti akan memasuki suatu phase sengketa atau perkara, sebagai satu tekanan kepada pemilik tanah yang sebenarnya.
Kemudian, adanya phase ajakan untuk damai, guna mempercepat perolehan keuntungan maupun phase penebaran pengaruh terhadap pelaksana hukum serta kepada penegak hukum, dalam rangka mengamankan posisinya untuk ditetapkan sebagai pemilik.
“Semuanya tidak lepas dari permainan dana dan kekuasaan. Maka untuk bisa memberantas Mafia Tanah, diperlukan strategi khusus dengan instrument penegakan hukum melalui penerapan hukum pidana. Yaitu Tindak Pidana Pertanahan dan penerapan Pasal 263, 266, 372 dan 378 dan Pasal 55 dan 56 KUHP, dan menerapkan Pencegahan beserta Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (PI), berdasarkan UU Nomor 8 Tahun 2010,” tegas Lambok.
Untuk menghentikan modus operandi Mafia Tanah ini, imbuhnya perlu dibuat Role Model Pemberantasan Praktek Mafia Tanah dengan cara mengoptimalkan Satgas Anti Mafia Tanah yang melibatkan unsur Akademisi, Masyarakat, yang serius melakukan mekanisme pelaksanaan tugas Satgas Anti Mafia Tanah dalam pemberantasan Mafia Tanah.
Kemudian membuat, mempertajam sinkronisasi hukum antara hukum pertanahan dan teknologi informasi hukum pidana yang berkaitan dengan masalah pembuktian kepemilikan hak atas tanah.
Lalu melibatkan pihak Kepolisian untuk dapat meminta bantuan penyelidikan dan penindakan.
“Misalnya itu kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menyusuri aliran dana hasil kejahatan dengan menggunakan delik Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), maka hasil kejahatan dapat dikembalikan kepada pihak yang dirugikan,” pungkasnya.
Kepala Bidang (Kabid), Pengendalian dan di Penanganan Sengketa Kanwil BPN Provinsi Kepri, Yudi Hermawan S.ST, C.Med mengatakan, kegiatan itu sebagai upaya dalam pengungkapan dan pemberantasan pada Mafia Tanah sehingganya membutuhkan komitmen dan kerjasama yang kuat beserta solid, dengan semua instansi terkait.
“Untuk pemberantasan mafia tanah itu harus ada kerjasama yang kuat, solid, serta berkomitmen. Baik itu dari pihak BPN, Kepolisian, Kejaksaan, serta APH lainya, dengan memiliki Integritas yang tinggi,” kata Yudi Hermawan. (r/Nov)