KARIMUN (HK) — Bupati Kabupaten Karimun Provinsi Kepulauan Riau Dr H Aunur Rafiq mengaku ikhlas dimaki warga sendiri dikatakan buta dan tuli bahkan disebut tidak punya hati.
Hal itu karena adanya pengetatan keluar masuk ke Malaysia oleh Satgas Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang dibentuk Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Penegasan itu sesuai dengan perintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang memberikan atensi khusus terhadap kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang masih banyak terjadi di Indonesia, termasuk di wilayah perbatasan seperti Karimun.
Jokowi meminta agar kejahatan perdagangan manusia harus diberantas tuntas dari hulu hingga ke hilirnya. “Saya tegaskan bahwa kejahatan perdagangan manusia harus diberantas tuntas dari hulunya sampai ke hilir. Saya ulangi harus diberantas tuntas,” ujar Jokowi dalam keterangan pers secara daring dari Labuan Bajo, Senin (8/5/2023) lalu.
Kondisi ini, membuat Bupati Karimun Aunur Rafiq membeberkan dan menyampaikan fakta dan situasi terkini karena karimun di jadikan pintu masuk dan beroperasinya sindikat perdagangan orang yang saat ini menjadi atensi utama bagi Satgas TPPO.
“Alhamdulillah saya dikatakan buta dan tuli bahkan tidak punya hati. Saya terima itu dan tidak ada masalah. Namun semua pendapat itu keliru, terkait dengan tidak dapatnya warga ke luar negeri belakangan ini,” tulis Aunur Rofiq pada akun Facebooknya, Kamis (20/4/2023).
Rafiq menyebutkan, terkait TPPO atau PMI ilegal ini warga Karimun diharapkan harus mengetahui dimana TPPO dalam setahun belakangan menelan 1.900 korban. Kedua, ada dua pengungkapan sindikat PMI ilegal di Kabupaten Karimun pada Mei dan Juni lalu.
“Pada 30 Mei dan 13 Juni lalu 2 orang sindikat TPPO tertangkap di Karimun di waktu yang berbeda untuk memberangkatkan pekerja. Tentu dengan adanya peristiwa ini, menjadi fokus pemerintah daerah hingga provinsi,” ujarnya.
Rafiq mengatakan Satgas TPPO yang melakukan pengetatan di pintu keluar masuk yakni Pelabuhan Internasional Karimun, merupakan kebijakan pemerintah pusat. Ia menegaskan bahwa pemerintah daerah tidak bisa mengintervensi hal tersebut.
“Dan perlu juga dipahami warga bahwa pengetatan yang terjadi saat ini adalah agenda pemerintah pusat, bukan Pemerintah Daerah, Pemerintah Daerah tidak dapat mengintervensi aparatur yang bekerja atas perintah Presiden. Saya memaklumi dan sangat memahami keluhan atas keinginan warga saat ini yang tidak dapat berangkat ke negeri tetangga kita,” sebutnya.
Bupati Karimun itu juga menegaskan, keresahan warga itu telah disampaikannya ke pihak imigrasi agar mencari solusi agar warga Karimun bisa ke Malaysia tanpa prosedur yang ketat.
“Amanah keluhan warga tetap saya teruskan bahkan saya mohonkan ke Kepala Imigrasi. Jadi jika ada opini yang mengatakan bahwa saya tuli dan bisu terkait persoalan ini, saya terima dengan lapang dada, namun semua itu keliru. Saya menghindari statmen-statmen gaduh, karena aparatur imigrasi dan satgas TPPO kita tengah bekerja dan melakukan operasi pemberantasan TPPO,” ujarnya.
Bupati Karimun Aunur Rafiq juga menyampaikan, memaklumi dan sangat memahami keluhan atas keinginan warga saat ini yang tidak dapat berangkat ke Singapura dan Malaysia.
“Sebelum adanya statmen Bupati Meranti di atas kapal terjadi, ada banyak warga menyampaikan hal yang sama kepada saya. Dan saya meneruskan keluhan warga langsung kepada kepala Kantor Imigrasi Karimun. Kami sering berkoordinasi dan berkomunikasi menyampaikan keluhan warga karena terjadi pengetatan. Saya tidak bermaksud mengintervensi, saya meneruskan amanah atas keluhan warga kita,” terang Aunur Rafiq.
Ia menyampaikan, ada perbedaan perlakuan pengetatan antara Meranti dan Karimun. Meranti tidak menjadi bagian operasi sindikat perdagangan orang. Sementara di Karimun menjadi daerah beroperasinya sindikat.
Karimun dinilai tidak bisa disamakan seperti Meranti. Karena jelas Karimun lah yang menjadi pintu operasi sindikat tersebut.
“Saya bukan tidak memperjuangkan keluhan warga, di dalam rapat 3 Juli lalu saya menyampaikan langsung di dalam forum rapat GTRA terkait keluhan warga. Saya bukan seperti Bupati Meranti bekerja dalam mengambil keputusan atau kebijakan. Saya “berpikir dan bekerja dalam senyap”, tidak ada yang tahu kalau saya sering menyampaikan keluhan warga soal ini kepada Kepala Kantor Imigrasi, silahkan tanya langsung kepada beliau,” ujar Aunur Rafiq.
Ia meminta publik seharusnya paham kondisi ini, karena dari wewenang ia tidak punya terkait kondisi pengetatan. Namun, amanah keluhan warga tetap Ia teruskan bahkan dimohonkan ke Kepala Imigrasi.
“Jadi jika ada opini yang mengatakan bahwa saya tuli dan bisu terkait persoalan ini, saya terima dengan lapang dada, namun semua itu keliru. Saya menghindari statmen-statmen gaduh, karena aparatur imigrasi dan satgas TPPO kita tengah bekerja dan melakukan operasi pemberantasan TPPO,” jelasnya.
“Karena hal ini menjadi perbincangan publik, maka hari ini saya memberikan penjelasan ini kepada publik. Dan Video ini menjadi saksi kita bersama dalam meneruskan amanah warga kepada Imigrasi Karimun,” tutup Aunur Rafiq. (hhp/dtk)