Oleh : Silvia A Landa Water for Women Project Manager, Yayasan Plan International Indonesia Linda Sukandar Resource Mobilization Director, Yayasan Plan International Indonesia
BARU-BARU ini, tepatnya pada 22 Maret, kita merayakan Hari Air Sedunia dengan tema Air tanah: Membuat yang tak terlihat menjadi terlihat. Mengapa tema tahun ini terkait air tanah dan kita perlu menjadikannya sebagai isu yang lebih diperhatikan?
Berdasarkan pengalaman pribadi saya, masalah air tanah berawal dari banyak persepsi yang salah. Waktu kecil, saya berpikir bahwa air tanah berasal dari sungai atau danau bawah tanah. Saya berasal dari Nusa Tenggara Timur (NTT) dan musim kering adalah hal yang lazim. Setiap musim kering, sumur kami selalu dibersihkan. Katanya agar mata airnya bersih, atau sumur perlu digali lebih dalam agar mendapatkan mata air baru. Hal ini diakibatkan oleh asumsi bahwa di bawah tanah ada jaringan sungai bercabang-cabang, yang salah satu alirannya akan keluar ke mata air. Memang, ada sungai dan danau bawah tanah, tetapi itu bukan yang dimaksud dengan air tanah.
Setelah menempuh pendidikan magister selama dua tahun dan bergelut dengan hidrologi air tanah, saya lebih paham bahwa asumsi saya waktu kecil sangatlah salah. Posisi air tanah yang tidak terlihat berpotensi untuk disalahartikan yang dapat berakibat fatal pada manajemen air tanah.
Ada beberapa asumsi salah kaprah yang masih bertahan hingga kini terkait air tanah. Pertama, karena air tanah tidak terlihat, maka air tanah tidak diperhitungkan. Dalam memperhitungkan neraca ketersediaan air, air tanah sering diabaikan. Padahal, hampir semua air tawar di dunia berasal dari air tanah untuk memasok kebutuhan minum, sanitasi, dan makanan. Akibatnya, kita kerap mengatakan potensi air kita sedikit hanya karena kita tidak memperhitungkan potensi air tanah.
Kedua, eksploitasi air tanah tanpa perhitungan. Kita berasumsi air tanah ada dan akan selalu tersedia. Padahal, ada air tanah dalam yang proses pembentukannya membutuhkan waktu sangat lama. Dalam sistem aliran skala lokal yang dangkal, usia air tanah bervariasi, dari yang kurang dari satu hari hingga beberapa ratus tahun. Air tanah dangkal yang biasa dapat ditemukan di sumur gali saja dapat membutuhkan waktu puluhan tahun. Adapun untuk sumur bor, usia airnya dapat mencapai ratusan tahun (USGS, 27 Februari 2019). Pada sistem aliran regional yang dalam dengan lokasi aliran yang panjang (puluhan kilometer), umur air tanah dapat mencapai ribuan atau puluhan ribu tahun (USGS, General Facts and Concepts About Groundwater). Jika membutuhkan waktu selama itu untuk mengisi kembali, maka air tanah tidak boleh diperlakukan dengan semena-mena karena akuifernya bisa kering.
Sumur bor adalah salah satu program unggulan di daerah yang susah air, seperti di rumah saya di NTT dan di daerah kering lainnya. Akan tetapi, banyak sekali daerah yang tidak memiliki perhitungan model air tanah. Model air tanah ini memberikan gambaran lebih rinci terkait volume dan lokasi potensi air tanah yang kita miliki. Kebanyakan, peraturan daerah (perda) air tanah hanya mengatur terkait retribusi air tanah. Tidak banyak perda yang mengatur pembatasan atau zonasi penggunaan air tanah. Salah satu contoh yang baik ialah Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 93 Tahun 2021 tentang Zona Bebas Air Tanah. Manajemen air tanah berdasarkan data yang akurat sangatlah penting untuk mencegah kita kehabisan air tanah tanpa kita sadari.
Ketiga, keacuhan kita terhadap kualitas air tanah. WWF Indonesia menyatakan fakta menarik bahwa 25,1% desa Indonesia itu air tanahnya sudah tercemar dan 2,7% tercemar dengan sangat berat (Republika, 22 Maret 2019). Unicef juga mengatakan bahwa 70% sumber air minum rumah tangga di Indonesia tercemar limbah tinja (Unicef, 7 Februari 2022). Selain menjijikkan, sumber air minum yang tercemar limbah tinja dapat memicu penyakit diare, yang merupakan penyebab utama kematian balita.
Lalu, apa yang dapat kita lakukan? Selain adanya peraturan dan manajemen yang baik dari pemerintah, baik untuk menjaga kuantitas maupun kualitas air berdasarkan data akurat, ada hal-hal kecil yang dapat dilakukan di tingkat masyarakat. Sebagai lembaga yang bergerak pada bidang pemberdayaan masyarakat, Yayasan Plan International Indonesia (Plan Indonesia) telah lama bergerak di sektor air dan sanitasi, terutama yang kaitannya dengan anak dan perempuan.
Salah satu kegiatan Plan Indonesia yang mendukung perlindungan kualitas air tanah ialah program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM). Dalam program ini, masyarakat diarahkan untuk tidak saja buang air besar di jamban, tetapi juga meningkatkan kualitas jamban menjadi sanitasi aman menggunakan tangki septik tidak tembus air sehingga limbah tinja tidak mencemari air tanah. Dalam program ini, masyarakat diajak mengelola limbah rumah tangga agar dibuang ke lubang resapan dengan lapisan penyaringan agar air limbah dapat mengisi kembali cadangan air tanah tanpa mencemarinya. Melalui proyek Water for Women, Plan Indonesia mendukung 3.291 rumah tangga untuk memiliki sanitasi aman dan 105.860 rumah tangga melaksanakan pengelolaan limbah rumah tangga menurut standar STBM Kementerian Kesehatan.
Selain itu, Plan Indonesia juga mendukung upaya peningkatan pengisian kembali air tanah untuk menjaga keberlanjutan ketersediaan air bersih melalui inovasi tanam dan panen air di Kabupaten Lembata, NTT. Dengan arahan kepala desa, masyarakat menampung air pada saat hujan di dalam sumur-sumur resapan untuk meningkatkan cadangan air tanah yang dapat berguna di saat musim kering. Dengan menjamin penyediaan air yang lebih baik, kami mengurangi beban mereka, sekaligus mencapai keseteraan, terutama kesetaraan bagi anak dan perempuan
Sudah tiga tahun sejak 2018, Plan Indonesia melalui kampanye publik bertajuk Jelajah Timur mengupayakan penyadartahuan tentang pentingnya akses air bersih yang inklusif, utamanya di NTT. Dibungkus dalam bentuk olahraga amal, bersama kurang lebih 1.500 pelari dan pesepeda dari 34 provinsi, Plan Indonesia mengajak publik secara luas untuk berkontribusi dalam bentuk donasi untuk pemenuhan akses air bersih.
Dari tiga rangkaian kegiatan Jelajah Timur sudah terkumpul Rp4,7 miliar dari donasi publik. Donasi tersebut digunakan untuk membangun akses air bersih di sembilan desa di dua kabupaten di NTT serta memberi manfaat bagi 9.120 kepala keluarga.
Selain donasi, melalui Jelajah Timur—yang diadakan pada Oktober setiap tahunnya, dan mengambil momentum Hari Anak Perempuan Internasional—kami menceritakan kepada masyarakat tentang bagaimana kelangkaan air yang terjadi NTT mengakibatkan semakin senjangnya kesetaraan, khususnya bagi anak perempuan. Melalui kegiatan ini pula, Plan Indonesia mendorong keamanan, kesetaraan, dan kesehatan reproduksi anak dan perempuan di NTT.
Tidak hanya mengajak publik individual, melalui kampanye Jelajah Timur, Plan Indonesia juga berharap ke depannya akan lebih banyak lagi perusahaan-perusahaan, baik swasta maupun BUMN, mengambil peran dalam pemenuhan akses air bersih yang inklusif ini. Hal tersebut sebagai bentuk kontribusi terhadap upaya pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan—khususnya kesetaraan gender (Tujuan Kelima) serta air bersih dan sanitasi (Tujuan Keenam) sekaligus sebagai bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan. Air bersih adalah kebutuhan dasar dan hak setiap manusia.
Sementara air tanah adalah harta tak terlihat yang harus kita pedulikan kualitas dan kuantitasnya. Sudah saatnya kita menghentikan asumsi salah kaprah atasnya. Sebab, hidup tidak akan mungkin tanpa air tanah. Ayo jaga air tanah kita! Selamat Hari Air Sedunia.