Oleh : Muhammad Nalar Al Khair SE, ME Peneliti SIGMAPHI
TAHUN 2022 diawali dengan kegundahan yang dirasakan oleh kebanyakan kaum ibu rumah tangga di Indonesia. Kegundahan yang mereka bawa dari tahun 2021 sebelumnya ketika harga-harga kebutuhan pokok terus merangkak naik. Minyak goreng menjadi komoditas dengan kenaikan harga yang cukup menonjol. Tingginya harga minyak goreng seperti pada saat ini belum pernah terjadi pada tahun-tahun sebelumnya.
Menurut Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok Kementerian Perdagangan, Per 24 Desember 2021, harga minyak goreng di pasar senilai Rp 18.400 per liter. Ini cukup miris untuk sebuah negara penghasil sawit nomor satu di dunia. Harga tersebut jugalebih tinggi 67% dari harga acuan pemerintah yaitu Rp 11.000 per liter.
Acuan itu tercantum padaPermendag nomor 7 tahun 2020 tentang harga acuan pembelian di petani dan harga acuan penjualan di konsumen. Secara y-t-d harga tersebut juga telah meningkat sebesar 36%. Luar biasa.
Pada tahun 2019, harga minyak goreng tertinggi terjadi menjelang hari raya Idul Fitri, di level Rp12.000 per liter. Harga itu sempat turun lantas naik terus mulai akhir 2020 sampai saat ini.
Itu salah satunya ditengarai oleh penurunan produksi CPO di Indonesia dan Malaysia. Produksi CPO Indonesia turun sekitar 1% pada September 2021 dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Begitu pula dengan Malaysia yang turun sekitar 0,39% pada periode yang sama.
Maka kenaikan harga minyak goreng saat ini menjadi sangat besar dan itu memberikan andil lumayan terhadap inflasi November 2021, sebesar 0,08%. Angka yang cukup tinggi dibandingkan dengan produk pangan lainnya. Makanya, pemerintah perlu segera mengambil tindakan. Jangan sampai masyarakat yang masih terpuruk kondisi ekonominya, akibat Covid-19, diperparah lagi dengan harga kebutuhan pangan kian mahal.
Tanpa intervensi negara, harga minyak goreng kemungkinan akan terus naik. Produksi Malaysia masih belum pulih akibat kekurangan tenaga kerja. Lantas, apa yang bisa dilakukan pemerintah?
Tindakan awal dapat dilakukan melalui pelaksanaan Pasal 3 Ayat 2 Permendag No 7/2020 mengenai harga acuan. Beleid itumenyatakan bahwa Menteri dapat menugaskan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melakukan penjualan sesuai harga acuan penjualan di tingkat konsumen setelah mendapatkan persetujuan Menteri BUMN.