TANJUNGPINANG (HK) – Tim penyidik Tindak Pidana Khusus Kejaksaaan Tinggi Kepulauan Riau (Pidsus Kejati Kepri) segera merampungkan berkas 2 tersangka dugaan dugaan korupsi kegiatan pembangunan Jembatan Tanah Merah Kecamatan Teluk Bintan, Kabupaten Bintan TA 2018 Dan TA 2019 yang merugikan Keuangan Negara kurang lebih 8,9 Milyar.
Kedua tersangka, yakni BW selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan tersangka S penyedia pelaksana pekerjaan dari CV. Bina Mekar Lestari, sebelumnya telah ditahan oleh penyidik Pidsus Kejati Kepri selama 20 hari kedepan, sejak Senin (31/7/2023) lalu.
“Berkas kedua tersangka tersebut masih dalam proses pelengkapan. Mudah-mudahan dalam waktu dekat segera rampung untuk dilimpahkan dan disidang di Pengadilan Tipikor Tanjungpinang,” kata Kasi Penkum Kejati Kepri, Denny Anteng Prakoso, S.H., M.H., ketika dikonfirmasi media ini, Selasa (22/8/2023).
Lebih lanjut, Kasi Penkum Kejati ini belum bisa menjelaskan, terkait perkembangan hasil penyelidikan perkara tersebut, termasuk penambahan tersangka lain yang diduga ikut terlibat.
“Masih terus didalami, nanti kalau ada perkembangan lebih lanjut akan kita sampaikan,” ujar Denny.
Dikatakan, proses penanganan perkara tersebut merupakan tindak lanjut keseriusan Kepala Kejati Kepri dalam menyelesaikan dugaan dugaan tindak pidana korupsi.
“Tim penyidik terus berusaha untuk mempercepat proses penyidikan dan pemberkasan berdasarkan ketentuan Pasal 21 Ayat 4 KUHAP,” sebutnya.
Diberitakan, Tim Pidsus Kejati Kepri telah menetapkan dua orang tersangka baru dalam dugaan kasus korupsi proyek Jembatan Tanah Merah di Bintan tahun 2019 dengan total kerugian negara sekitar Rp.8 Miliar.
Denny menjelaskan, penetapan kedua tersangka tersebut merupakan bagian terpisah dari penyelidikan dan penyidikan perkara dengan lokus yang sama tahun anggaran 2018 sebelumnya.
Di mana pada mata anggaran 2018 senilai Rp16,9 miliar pada Badan Pengusahaan Kawasan (BP Kawasan) Batam di Kabupaten Bintan sebelumnya, tim penyidik Kejati Kepri juga telah menetapkan dua tersangka berinisial BW sebagai PPK dan D Dirut PT. Bintan Fajar Gemilang selaku kontraktor penyedia jasa pekerjaan .
“Untuk perkara tahun anggaran 2018 senilai Rp16,9 miliar tersebut, proses penyelidikannya tinggal melengkapi dan menyusun berkas. Sedangkan perkara 2019 ini, proses penyelidikan masih berlanjut,” jelas Denny.
Kasi Penkum Kejati ini menjelaskan, sebelum penetapan kedua tersangka
perkara tahun 2019 tersebut, tim penyidik Kejati Kepri telah melakukan ekspos dan gelar perkara bersama pimpinan, sehingga akhirnya didapat kesimpulan penetapan kedua tersangka (BW dan S).
“Dengan penetapan 2 tersangka untuk kegiatan proyek jembatan merah tahun 2019 ini, artinya dugaan BW selaku PPK kembali ditetapkan sebagai dugaan, setelah kegiatan proyek yang sama tahun 2018 sebelumnya,” jelas Denny.
Istilah penyelidik sebelumnya, penyidik Kejati Kepri telah menetapkan BW dan D sebagai dugaan dugaan korupsi proyek Jembatan Tanah Merah senilai Rp16,9 miliar Badan Pengusahaan Kawasan (BP Kawasan) Batam di Kabupaten Bintan pada 16 Desember 2022.
Penetapan BW dan D sebagai dugaan, dilakukan atas dua alat bukti perbuatan melawan hukum dalam pengerjaan proyek Jembatan Tanah Merah BP Kawasan Batam di Bintan tahun 2018.
“Kedua dugaan ditetapkan sebagai orang yang paling bertangungjawab atas dugaan korupsi proyek jembatan BP. Kawasan Batam di Bintan itu, berdasarkan alat bukti yang cukup,”ujar Kasi Penkum Kejati Kepri.
Diterangkan, perbuatan kedua tersangka berdasarkan fakta dan alat bukti penyidikan yang akhirnya disimpulkan telah melakukan penyimpangan dalam pembangunan Jembatan Tanah Merah 2018 yang mengakibatkan kerugian negara.
“Hasil perhitungan kerugian negara oleh BPKP Kepri atas proyek BP. Kawasan tahun 2018 ini sebesar Rp8,9 miliar,” ungkapnya.
Atas perbuatanya, kedua tersangka
dijerat dengan pasal 2 juncto Pasal 18 nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto pasal 55 KUHP.
Selain itu juga dijerat dengan pasal 3 juncto Pasal 18 nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto pasal 55 KUHP.
Diketahui, proyek pembangunan Jembatan Tanah Merah Bintan sendiri, berawal pada tahun 2018 ketika BP. Kawasan Batam, mengalokasikan anggaran pekerjaan proyek dalam menunjang sarana dan prasarana FTZ di Bintan melalui anggaran APBN 2018 dengan nilai kontrak pekerjaan Rp9,66 miliar.
Atas alokasi anggaran itu, Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) BP. Kawasan Batam selanjutnya memenangkan PT. BFG dan konsultan pengawas CV. DS sebagai kontraktor pelaksana pembangunan Jembatan Tanah Merah di Bintan itu.
Masa pelaksanaan proyek BP. Kawasan Batam di Bintan ini kala itu, 150 hari kalender. Namun dalam Pelaksanaannya, PT. BFG tidak menyelesaikan pekerjaan hingga habis masa pengerjaan pada 14 Desember 2018.
Selanjutnya, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) BP. Batam, melakukan pemutusan kontrak dengan kondisi real progress pekerjaan jembatan 35,35 persen dan realisasi pembayaran sebesar Rp. 3.523.000.000,-.
Adapun alasan pemutusan kontrak oleh PPK dari BP. Batam, disebabkan PT. BFG tidak dapat mendatangkan tenaga ahli, Project Manager dan Site Manager serta alat dan supply material tiang pancang pada pekerjaan utama proyek.
Kemudian pada 2019, pekerjaan jembatan ini, kembali dilanjutkan BP Kawasan Batam, dengan mengalokasikan anggaran Rp7,5 miliar. Melalui pelelangan, Pejabat Pelaksana Lelang (PPL) proyek, memenangkan CV. BML sebagai kontraktor pelaksana pekerjaan. Nilai kontrak Pekerjaan Rp. 7.395.000.000,- dan masa waktu pelaksanaan 210 hari kalender.
Sedangkan Konsultan Pengawas Pekerjaan pada proyek ini adalah CV. PPC dengan nilai kontrak Rp. 249.000.000,-.
Pada 5 November 2019, PPK dan konsultan pengawas serta kontraktor penyedia pekerjaan mengadakan rapat evaluasi. Dari hasil rapat yang dilakukan, pada pekerjaan ditemukan adanya permasalahan teknis, yaitu perbedaan kondisi exciting dan komponen material bangunan yang telah terpasang dibandingkan dengan desain perencanaan awal.
Selain itu, juga ditemukan penurunan tanah timbunan yang telah terpasang serta gulingan tanah pada dinding penahan tanah oprit jembatan. Akibatnya, permukaan jembatan
menjadi miring ke arah dalam abutment dan tiang pancang bawah dinding penahan tanah patah.
Namun atas sejumlah permasalahan itu, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK BP Kawasan-Batam) tetap melakukan pembayaran progres pekerjaan proyek 100 persen atau Rp. 7.395.000.000,- pada 18 Desember 2019. Sementara pekerjaan jembatan, hingga saat ini tidak kunjung siapo dan bisa digunakan.
Atas sejumlah permasalahan di proyek BP. Kawasan Batam ini, selanjutnya Tim Intel Kejati Kepri melakukan penyelidikan, hingga ditemukannya perbuatan melawan hukum dan penyidikan ke penyidikan. (nel)