BATAM (HK) – PT. Putra Kaemoring Jaya (PKJ) membantah atas adanya tudingan sebagai mafia lahan dan menggunakan cara premanisme dalam sengketa lahan di wilayah Kampung Tua Sei Lekop, RT 005/RW 007, Kelurahan Sungai Lekop, Kecamatan Sagulung, Kota Batam.
Tudingan sebagai mafia lahan dan premanisme itu mencuat setelah beredarnya sejumlah pemberitaan yang dinilai menyudutkan dan merugikan PT. Putra Kaemoring Jaya.
Kuasa Hukum PT. PKJ, Filemon Halawa mengatakan, awal mula permasalahan ini, dipicu karena adanya sekelompok orang yang diduga berasal dari PT. Gurindam Pasifik Industri datang dan mengklaim bahwa sebidang lahan tersebut adalah miliknya.
“Dapat kami jelaskan, bahwa peristiwa tersebut merupakan peristiwa yang diartikan oleh orang-orang dengan salah paham,” ungkap Filemon Halawa atau akrab disapa Leo didampingi warga setempat saat konferensi pers, Selasa (10/9/2024).
Dikatakan Leo, PT Putra Kaemoring Jaya memperoleh menguasai lahan ini bukan tanpa dasar, yakni berdasarkan legalitas Surat Kuasa Nomor: 06/PT-PKJ/IX/2021, tanggal 23 September 2021.
Jadi jelas, dalam hal penguasaan lahan ini legal standing kliennya itu sudah ada. Setelah menerima kuasa tersebut, masyarakat mengeluhkan tidak memiliki tempat tinggal dan menginginkan setapak tanah untuk membangun rumah.
“Maka klien kami selaku badan hukum dan penerima kuasa, berupaya memohonkan untuk peningkatan hak kepada pemerintah dalam hal ini BP Batam dan permohonan itu telah masuk jauh sebelum adanya masalah ini,” ujar Leo.
Disebutkannya, menanggapı laporan yang dilakukan oleh sekelompok orang ke Polresta Barelang kemarin, PT Putra Kaemoring Jaya menilai itu adalah hak setiap orang.
“Namun, apabila ternyata pernyataan di hadapan pihak Kepolisian yang menerima laporan tidak benar, maka klien kami akan melakukan upaya hukum untuk itu. Apakah melaporkan balik atau upaya hukum lain, tentu akan dipertimbangkan lebih lanjut,” tutur Leo.
Lanjut, Leo menyampaikan, selain menyebut sebagai mafia lahan dan premanisme, sekelompok orang ini juga mengklaim bahwa sebidang lahan tersebut dari hasil lelang Kejaksaan Agung Republik Indonesia.
“Menurut hukum proses lelang di Kejaksaan Agung RI tentu harus kita ketahui alasan lelang. Pastinya, hal ini berkaitan dengan barang rampasan. Nah muncul pertanyaan, dalam hal apa dirampas? Apakah ada tindak pidana dan itu harus jelas,” kata Leo.
Kemudian, proses lelang tersebut apakah telah sesuai dengan peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2019 tentang perubahan atas peraturan Jaksa Agung Nomor PER-002/A/JA/05/2017 tentang pelelangan dan penjualan benda sitaan atau barang rampasan negara atau benda sita eksekusi.
Selanjutnya, peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 145/PMK.06/2021 tentang pengelolaan barang milik negara yang berasal dari barang rampasan negara dan barang gratifikasi.
“Apakah telah ada plang sebelumnya yang dibuat oleh Kejaksaan Agung di Lokasi. Kenapa kita sebutkan Kejaksaan Agung, karena disebutkan di dalam media,” tuturnya.
Dikatakannya, pihaknya dalam waktu dekat ini, akan menempuh salah satu upaya hukum yakni meminta klarifikasi ke Kejaksaan Agung dan termasuk kepada BP Batam.
Yakni, untuk memastikan apakah benar terhadap klaim sebidang lahan ini merupakan hasil lelang. Namun, apabila klaim tersebut tidak benar, kliennya dan mungkin juga masyarakat disana akan mempertimbangkan laporan dugaan tindak pidana kebohongan publik.
“Jika memang benar-benar memiliki dasar terhadap tanah tersebut yang dikaitkan diperoleh melalui hasil lelang maka datanglah baik-baik. Tunjukan risalah lelangnya, tentunya ada batas-batas tanahnya,” ungkapnya.
Pada kesempatan yang sama, Komisaris PT Putra Kaemoring Jaya, Abdul Manan Kari menyampaikan, lahan yang masuk dalam kekuasaan PT. Putra Kaemoring Jaya itu luasnya sekitar 120 hektare.
“Khusus untuk penataan warga yang di kuasakan ke kita hanya 3,4 hektare. Sekitar 200 hingga 300 kaveling kita tata sejak dulu untuk warga dan kita telah ajukan ke BP Batam. Pastinya kita sudah bicarakan ketingkat pimpinan tertinggi,” kata Abdul Manan.
Disebutkan Abdul Manan, saat ini warga yang bermukim di lahan PT. Putra Kaemoring Jaya merasa cukup resah, karena warga dihantui rasa takut ketika di datangi oleh sekelompok orang yang tiba-tiba datang mengklaim kepemilikan lahan itu.
“Warga kita disini sudah sangat resah, mereka merasa takut karena sering kali didatangi oleh sekelompok orang PT. Gurindam Pasifik Industri tanpa dapat menunjukkan legalitas. Bahkan, sekelompok orang itu juga menandai rumah warga dengan sebuah coretan yang seolah-olah akan mengeksekusi,” imbuhnya. (dam)