SULAWESI (HK) – Berkat kerja keras dan kerja nyata, Alhamdulillah, Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara (Pemprov Sultra), menerima Apresiasi Warisan Budaya Indonesia (AWBI), Tahun 2024, dari Kementerian Budaya, Sabtu (16/11/2024).
AWBI diberikan atas upaya pengamanan, publikasi dan pelestarian warisan budaya yang dilakukan Pemprov Sultra. Apresiasi ini telah melewati penilaian oleh Tim Ahli meliputi penilaian terhadap usulan.
Selanjutnya, dilakukan sidang penetapan hingga rekomendasi, yang pada akhirnya ditetapkan untuk diberikan apresiasi.
Apresiasi itu berupa sertifikat penetapan Warisan Budaya Tak Benda (WBTB), yang diserahkan langsung oleh Menteri Kebudayaan RI, Fadli Zon, kepada Pj Gubernur Sultra, Andap Budhi Revianto.
“Alhamdulillah…, Dengan mengucapkan rasa syukur kami telah menerima 9 buah anugerah AWBI Tahun 2024, dari Kementerian Budaya RI,” ungkap Andap Budi Revianto.
Berikut 9 (sembilan), Apresiasi Warisan Budaya Takbenda di Sulawesi Tenggara yang ditetapkan sebagai Warisan Budaya Indonesia Tahun 2024 ini, untuk Provinsi Sultra. Yakni :
Pertama. Haroa : Merupakan tradisi doa bersama masyarakat Buton, yang dipimpin oleh tokoh adat ataupun tokoh agama yang disebut Lebe.
Kedua.Tari Galangi : Merupakan tradisi masyarakat Buton berupa tarian perang yang menggambarkan pengawalan bagi Sultan Buton, Sapati (Perdana Menteri) hingga panglima perang (Kapitalao) saat menjalankan tugas.
Ketiga. Gola Ni’i: Merupakan makanan khas masyarakat Bombana dan Kabaena yang berbahan gula aren, kelapa dan nasi ketan yang dibungkus daun jagung.
Keempat. Bilangari : Merupakan tradisi suku Tolaki. Yaitu berupa landuan untuk memprediksi hari, baik seperti untuk membangun rumah, menanam padi dan sebagainya.
Kelima. Kabuto : Hidangan tradisional berbahan singkong kering yang dimasak dengan kelapa parut dan ikan asin. Lalu Kabuto yang merupakan makanan pokok pengganti sejak zaman dulu, terutama bagi masyarakat di sekitar pesisir pantai.
Keenam. Kasambu : Merupakan tradisi masyarakat Muna berupa ritual untuk mendoakan keselamatan bagi seluruh perempuan yang sedang mengandung anak pertama, yang dipimpin oleh Sando (pemimpin doa).
Ketujuh. Pogiraa Adhara : Merupakan tradisi khas masyarakat Muna berupa tarung kuda.
Kedelapan. Mowindahako : Adalah tradisi suku Tolaki berupa sebuah upacara adat dalam prosesi pernikahan.
Kesembilan. Sajo Moane : Adalah tarian khas Buton dan Wakatobi. Dan penarinya itu harus laki-laki, yang dahulu kala untuk menyambut kepulangan para prajurit dari medan perang.
“Saya mengapresiasi atas kerja keras Tim Kadis Dikbud Sultra beserta jajaran, para Pemangku Kepentingan, beserta seluruh masyarakat Sulawesi Tenggara dalam upaya menjaga dan juga melestarikan warisan budaya di Sulawesi Tenggara,” pungkas Pj Gubernur Sultra, bangga. (r/Nov).