JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membantah tudingan yang menyebutkan bahwa penanganan dugaan rasuah pengadaan sistem proteksi tenaga kerja Indonesia (TKI) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) berkaitan dengan proses politik jelang Pilpres 2024.
Lembaga antirasuah ini memastikan, pengusutan kasus tersebut tak bersinggungan dengan sosok tertentu.


Hal ini disampaikan oleh Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri menanggapi isu yang beredar bahwa KPK dinilai sebagai alat politik dalam proses penyidikan kasus di Kemenaker.
Sebab, masalah hukum ini muncul sesaat jelang Muhaimin Iskandar atau Cak Imin akan deklarasi sebagai cawapres pendamping Anies Baswedan.
“Sama sekali tidak ada kaitannya dengan proses politik yang sedang berlangsung tersebut,” kata Ali dalam keterangan tertulisnya, Minggu (3/9/2023).
Ali mengatakan, penanganan dugaan rasuah pengadaan sistem proteksi TKI di Kemenaker ini sudah dilakukan sejak lama.
Bahkan, jauh sebelum adanya rencana deklarasi Cak Imin sebagai bakal cawapres.
“Perlu dipahami, jauh sebelum itu kami sudah lakukan proses penanganan perkara tersebut. Jauh sebelum hiruk pikuk persoalan (Cak Imin deklarasi sebagai cawapres) tersebut,” kata Ali.
KPK pun telah melakukan penggeledahan di kantor Kemenaker dan beberapa tempat lain untuk mengusut kasus tersebut.
Ali mengatakan, upaya ini merupakan bagian dari proses penegakan hukum. KPK, kata dia, berharap agar tidak ada pihak yang membuat narasi tak utuh mengenai pengusutan kasus korupsi di Kemenaker.
Ali memastikan, KPK bekerja secara profesional dalam menangani kasus ini. Ia menegaskan, KPK merupakan penegak hukum dan tidak terpengaruh kepentingan politik manapun.
“Kami tegaskan, persoalan politik bukan wilayah kerja KPK. Kami penegak hukum dan di bidang penindakan, kacamata kami hanya murni persoalan penegakan hukum tindak pidana korupsi,” ujar Ali.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur mengatakan, rasuah ini diduga terjadi pada 2012.
KPK pun berpeluang memanggil Cak Imin untuk dimintai keterangan terkait kasus ini karena perkara tersebut terjadi ketika dia menjabat sebagai menaker periode 2009-2014.
“Semua pejabat di tempus (waktu) itu dimungkinkan kita minta keterangan,” kata Asep.
Sumber: Republika