BATAM (HK) – Proses pembuatan kerupuk karang oleh Dewi sangat bergantung pada hasil tangkapan ikan suaminya, yang bekerja sebagai nelayan di Teluk Air, Setokok, Barelang.
Kerupuk karang ini tidak hanya menjadi makanan ringan, tetapi juga merupakan simbol kuliner khas Teluk Air yang dihargai oleh masyarakat setempat.
“Pendapatan dari kerupuk per hari sangat bergantung pada suami saya. Jika suami mendapatkan banyak ikan, saya bisa memproduksi kerupuk. Namun, jika tidak ada ikan, saya tidak bisa membuatnya. Terkadang, dia hanya membawa pulang dua kilogram ikan, bahkan kadang tidak ada sama sekali,” jelas Dewi saat ditemui pada Rabu, (2/10/2024).
Ia menjelaskan bahwa harga kerupuk karang yang dihasilkannya adalah Rp70 ribu per kilogram. Dalam sehari, ia bisa menjual sekitar dua kilogram kerupuk jika ada pembeli yang datang ke rumahnya.
“Kami hanya menjual kerupuk ini di rumah, karena tidak ada tempat lain untuk menjualnya,” tambahnya.
Proses pembuatan kerupuk karang dimulai dengan merebus bahan, kemudian memasukkannya ke dalam kulkas hingga mengeras. Setelah itu, kerupuk dipotong, dibentuk, dan dijemur.
“Waktu penjemuran tergantung cuaca, jika cuaca cerah, biasanya saya jemur di pagi hari dan sore sudah kering dan siap digoreng,” kata Dewi.
Kerupuk karang yang dihasilkan tidak hanya memberikan penghasilan tambahan bagi keluarga Dewi, tetapi juga menjadi salah satu alternatif sumber pangan bagi masyarakat sekitar.
Dengan keunikan rasa dan teksturnya, kerupuk karang ini semakin diminati dan menjadi bagian dari tradisi kuliner lokal.
Dewi berharap, ke depannya, usaha pembuatan kerupuk karangnya dapat berkembang lebih baik, sehingga dapat memberikan manfaat lebih besar bagi keluarganya.
Dia juga berharap dapat menjalin kerjasama dengan para pedagang lokal untuk memperluas jangkauan pemasaran kerupuk karang tersebut.
“Dengan begitu, kami bisa lebih mandiri dan meningkatkan perekonomian keluarga,” tutupnya. (cw02)